Pulau Bali adalah pulau dengan
segala keunikkan kekayaan alam, budaya dan pesonanya telah tersohor ke seluruh
dunia. Penduduk yang tinggal di Bali mayoritasnya adalah pemeluk agama Hindu
dengan adat istidat leluhur yang sangat kental didalamnya. Tidak jarang
upacara-upacara yang diadakan di Bali menarik minat wisatawan khususnya
wisatawan mancanegara yang baru pertama kali melihatnya. Namun pernahkah
terbersit siapa yang pertama kali menempati pulau dengan sejuta pesona ini?
Mengapa agama Hindu begitu berkembang pesat didalamnya.
Diperkirakan yang menjadi cikal
bakal manusia yang menempati pulau Bali adalah bangsa Austronesia dilihat dari
peninggalan-peninggalan yang tersebar di Bali berupa alat-alat batu seperti
kapak persegi. Bangsa Austronesia berasal dari daerah Tonkin, Cina kemudian
mengarungi laut yang sangat luas menggunakan kapal bercadik. Kejadian ini
terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi.
Bangsa Austronesia memiliki kreasi seni yang sangat tinggi mutunya. Terbukti
dari hiasan-hiasan nekara dan sarkofagus , peti mayat lengkap dengan bekal
kuburnya yang masih tersimpan rapi di Bali. Bangsa ini juga memiliki kehidupan
yang teratur dan membentuk suatu persekutuan hukum yang dinamakan thana atau
dusun yang terdiri dari beberapa thani atau banua. Persekutuan hukum inilah
yang diperkirakan menjadi cikal-bakal desa-desa di Bali. Bangsa inilah yang
kemudian menurunkan penduduk asli pulau Bali yang disebut Orang Bali Mula atau
ada juga yang menyebut Bali Aga.
Ketika itu orang-orang Bali Mula
belum beragama. Mereka cuma menyembah leluhur yang mereka sebut Hyang. Dari
segi spiritual mereka masih hampa, hal ini berlangsung sampai abad ke empat
sesudah masehi. Melihat pulau Bali yang masih terbelakang maka penyiar Agama Hindu
berdatangan ke pulau ini. Selain untuk mengajarkan agama mereka juga ingin
memajukan Bali dalam segala sektor kehidupan. Maka muncullah seorang Resi ke
Bali yang bernama Resi Maharkandya. Resi Maharkandya dalam suatu pustaka
dikatakan berasal dari India.
Nama Maharkandya sendiri bukanlah
nama perorangan namun nama suatu perguruan yang mempelajari dan mengembangkan
ajaran-ajaran gurunya. Resi Maharkandeya menolak semua marabahaya yang
menghadang setelah diberikan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa untuk melakukan
upacara penanaman lima logam yang disebut panca datu di daerah yang disebut
dengan nama Wasuki yang berkembang menjadi Basuki yang artinya keselamatan.
Disinilah awal mula kehidupan harmonis antara masyarakat pendatang yang membawa
ajaran agama Hindu berakulturasi dengan orang Bali Mula yang menjadi penduduk
asli pulau Bali.
Di daerah Basuki ini akhirnya
dibangun sebuah pura yang terbesar di Asia Tenggara yakni Pura Besakih. Setelah
kerajaan Majapahit runtuh, pemeluk agama Hindu terdesak oleh datangnya agama
Islam yang menduduki pulau Jawa sehingga harus menghindar dan pindah ke pulau
Bali. Sehingga makin banyak orang yang tadinya berasal dari Jawa akhirnya
bermukim dan mengembangkan agama Hindu sampai begitu pesatnya di Pulau Bali.
Perbedaan yang mencolok antara Bali
Mula dengan Bali yang datang dari Majapahit tampak dari upacara kematiannya.
Orang Bali Mula melaksanakan upacara kematiannya dengan cara di kubur atau
ditanam, yang disebut beya tanem. Sedangkan untuk orang Bali yang pendatang
biasanya melakukan upacara kematian dengan cara dibakar. Hal ini dapat
dijelaskan karena Bali Mula merupakan keturunan Austronesia dari jaman
perundagian. Tradisi ini sudah begitu melekat dan sulit untuk dirubah.
Sekarang tempat dimana kita
menemukan komunitas Bali Mula atau Bali Aga adalah di Desa Tenganan yang dapat
diakses dengan mudah yakni hanya 5 kilometer dari daerah Candi Dasa Bali. Jika
ingin yang lebih ekstrim dan pedalaman bisa mengunjungi Desa Trunyan di pinggir
Danau Bratan yang terkenal dengan pohon Banyan yang mengeluarkan harum yang
khas sehingga mayat-mayat disana yang notabene tidak dibakar dan dibiarkan
begitu saja diletakkan dekat pohon tersebut tidak menimbulkan bau sama sekali.
Bali adalah nama salah satu provinsi di
Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari
provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga
terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa
Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau
Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.
SEJARAH
Penghuni pertama pulau Bali
diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.[4]
Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang
terletak di bagian barat pulau.[5]
Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta
dari India pada 100 SM.[rujukan?]
Kebudayaan Bali kemudian mendapat
pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1
Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di
antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri
Kesari Warmadewa pada 913
M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak
untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya
juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit
(1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah
mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara
beragama Hindu, namun
seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara
lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan
masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa
ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya
pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan
tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi
mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari
wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya
dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak
mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan
darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang
kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena
menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan
yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya.
Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun
Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur
Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini,
sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki
Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul
menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali
ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya
layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali
yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November
1945, pecahlah
pertempuran Puputan
Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan,
Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin
tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada
pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut
tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan
Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara
saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali
kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik
Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan
Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di
tahun 1963, sempat
mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi
ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak
daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai
Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari
100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada
masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan
secara hukum.[6]
Serangan teroris telah
terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002
di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya
cedera. Serangan Bom Bali 2005
juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian
tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar
korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali
menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Lahan sawah di Bali
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4
juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan dan Katolik.
Selain dari sektor pariwisata,
penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih
menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia,
Bali dan Inggris khususnya
bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia
adalah bahasa yang
paling luas pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya,
sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual
atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali,
umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai
pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa
Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna
dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra);
meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak
masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata.
Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering
kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
Transportasi
Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api
namun jaringan jalan yang
sangat baik tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian
besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena
moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi.
Jenis kendaraan umum di Bali antara
lain:
- Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik
- Ojek, taksi sepeda motor
- Bemo, melayani dalam dan antarkota
- Taksi
- Komotra, bus yang melayani perjalanan ke kawasan pantai Kuta dan sekitarnya
- Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Bali terhubung dengan Pulau Jawa
dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di
Kabupaten Banyuwangi yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit.
Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padangbai
menuju Pelabuhan Lembar yang memakan waktu sekitar empat jam.
Transportasi
udara dilayani oleh Bandara
Internasional Ngurah Rai dengan
destinasi ke sejumlah kota besar di Indonesia, Australia,
Singapura,
Malaysia, Thailand serta Jepang. Landas pacu dan pesawat terbang
yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
Seperangkat gamelan Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak
daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan
berbagai alat
musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik
memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk
nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang
dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong
gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar
Pegulingan. Ada pula musik Angklung
dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai
upacara lainnya.Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
[sunting] Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[8]Pakar seni tari Bali I Made Bandem[9] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar